BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun
kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada
kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya
mengalami mual, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi
wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi
antara lain infeksi HIV/AIDS.
Penyakit AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau
pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang
terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang
dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan
oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya
ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983 (Yopan, 2012).
Kasus HIV/AIDS di negara berkembang sungguh sangat mengerikan karena
kasusnya mengalami kenaikan yang luar biasa yang mempengaruhi angka kesakitan
dan kematian pada penduduk usia produktif. Hal ini berdampak sangat
buruk terhadap pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa dan dapat menyebabkan
usia harapan hidup menjadi terhambat atau bahkan menjadi mundur. Selanjutnya
dapat mengancam kehidupan penduduk bahkan kehidupan sebuah bangsa. Di Indonesia
telah dilaporkan pula kasus HIV/AIDS pada bayi yang tertular dari ibunya yang
mengidap HIV/AIDS dan pada remaja yang tertular karena berperilaku berisiko.
Tingginya tingkat penyebaran HIV/AIDS memerlukan suatu tindakan universal precautions untuk
mencegah penyebaran infeksi. Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi oleh seluruh petugas kesehatan, untuk
semua pasien, dimanapun dan kapanpun serta pada semua pasien. Universal precautions bertujuan
mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas
kesehatan dan pasien.
Universal precautions meliputi, pengelolaan alat kesehatan habis pakai, cuci tangan guna
mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantara pemakaian sarung
tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan
jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi
ruangan, desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang,
pengelolaan linen. Peran tenaga kesehatan dalam perawatan pasien HIV/AIDS salah
satunya adalah menerapkan universal
precautions untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada petugas sendiri,
petugas, dan pasien lainnya.
A.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian
HIV/AIDS?
2.
Apa pengertian Universal Precaution?
3.
Mengapa Universal
Precautions diperlukan dalam tata laksana pada
kasus HIV/AIDS pada ibu hamil?
B.
TUJUAN
1.
Tujuan Umum
Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi Mata Kuliah Perkembangan
Fetus, Neonatal, Anak, dan Kesehatan Masyarakat. Diharapkan setelah membaca
makalah ini mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang pencegahan penularan
infeksi HIV/AIDS khususnya pada ibu hamil melalui universal precautions.
2.
Tujuan Khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca
dapat :
a)
Mengetahui
definisi dari HIV/AIDS
b)
Mengetahui definisi
dari Universal Precaution
c)
Mengetahui pentingnya Universal
Precautions pada kasus HIV/AIDS pada ibu hamil
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
HIV/AIDS
1.
Pengertian HIV/AIDS
Menurut Andy
(2011), Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi
(sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV. Virus penyebab adalah Human Immunodeficiency
Virus (HIV) merupakan virus yang secara progresif menghancurkan
sel-sel darah putih, sehingga melemahkan kekebalan manusia dan menyebabkan AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Orang yang terinfeksi virus ini menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor/ kanker. Meskipun penanganan yang ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum bisa disembuhkan.
Virus HIV
menyerang sel putih dan menjadikannya tempat berkembang biaknya Virus. Sel
darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan
tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, Tubuh kita lemah dan tidak
mampu melawan penyakit yang datang dan akibatnya kita dapat meninggal dunia
meski terkena influenza atau pilek biasa (Andy, 2011).
Ketika tubuh
manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita
penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun
bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan (Andy
2011).
Menurut Ayu
(2012), HIV, virus penyebab AIDS, juga dapat menular dari ibu yang terinfeksi
HIV ke bayinya. Tanpa upaya pencegahan, kurang-lebih 30 persen bayi dari ibu
yang terinfeksi HIV menjadi tertular juga. Ibu dengan viral load tinggi lebih
mungkin menularkan HIV kepada bayinya. Namun tidak ada jumlah viral load yang
cukup rendah untuk dianggap "aman". Infeksi dapat terjadi kapan saja
selama kehamilan, namun biasanya terjadi beberapa saat sebelum atau selama
persalinan. Bayi lebih mungkin terinfeksi bila proses persalinan berlangsung
lama. Selama persalinan, bayi yang baru lahir terpajan darah ibunya. Meminum
air susu dari ibu yang terinfeksi dapat juga mengakibatkan infeksi pada bayi. Ibu yang HIV-positif sebaiknya tidak memberi ASI kepada bayinya.
Untuk mengurangi risiko infeksi ketika ayah yang HIV-positif, banyak pasangan yang menggunakan pencucian sperma
dan inseminasi buatan.
2. Gejala-gejala
Penyakit HIV/AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada
awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita
hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat
mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena
virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya
menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah
dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan
aktivitas yang berisiko terkena virus HIV (Andy, 2011).
Menurut Andy (2011), adapun tanda
dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti
dibawah ini :
a)
Saluran pernafasan. Penderita
mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seperti
terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia).
Tidak jarang diagnosis pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
b)
Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS
menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah,
kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami
diarhea yang kronik.
c)
Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang
disebut juga wasting syndrome, yaitu
kehilangan berat badan tubuh
hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energi
didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena
gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
d)
System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada
persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah
berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat.
Pada system persyarafan ujung (Peripheral)
akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek
tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
e)
System Integument (Jaringan kulit). Penderita
mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes
zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang
menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi
jaringan rambut pada kulit (Folliculities),
kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau
psoriasis.
f)
Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita
seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal
terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan
dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit
cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan
rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang
tidak teratur (abnormal).
3. Penularan
Penyakit HIV/AIDS
Virus HIV ditemukan dalam cairan
tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan
vagina. Pada cairan tubuh lain bisa juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan
juga air liur, tapi jumlahnya sangat sedikit (Andy, 2011).
Sejumlah 75-85% penularan virus ini
terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual),
5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama para pemakai narkoba suntik
yang dipakai bergantian), 3-5% dapat terjadi melalui transfusi darah yang
tercemar (Andy, 2011).
Infeksi HIV sebagian besar (lebih
dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-50 tahun) terutama
laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat (Andy, 2011).
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90%
terjadi dari ibu yang mengidap HIV. sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu
yang terinfeksi HIV, akan tertular virus tersebut melalui infeksi yang terjadi
selama dalam kandungan, proses persalinan dan pemberian ASI (Andy, 2011).
Dengan pengobatan antiretroviral
pada ibu hamil trimester terakhir, resiko penularan dapat dikurangi menjadi 8% (Andy,
2011).
Penelitian baru
menunjukkan bahwa perempuan HIV-positif yang hamil tidak menjadi lebih sakit
dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak mempengaruhi
kesehatan perempuan HIV-positif (Andy, 2011).
Menurut Yopan (2012), peningkatan
kerentanan untuk terinfeksi HIV selama kehamilan adalah mereka yang berperilaku
seks bebas dan mungkin karena penyebab biologis yang tidak diketahui.
Ada beberapa cara penularan HIV/AIDS
yaitu sebagai berikut :
a)
Transmisi Seksual
Penularan
melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan
penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan
dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap
pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung
pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks.
Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat
anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada
pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti
pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV
(Yopan, 2012).
b)
Transmisi Non Seksual
i.
Transmisi Parenteral
Yaitu akibat
penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah
terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan
jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi
melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan
terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parenteral ini kurang dari 1%.
Transmisi
melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum
tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat
sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan.
Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90% (Yopan,
2012).
ii.
Transmisi Transplasental
Penularan
dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%.
Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.
Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah (Yopan,
2012).
c)
Penularan
Masa Prenatal
HIV dapat
ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam uterus (lewat
plasenta), sewaktu persalinan dan melalui air susu ibu. Pada bayi yang menyusui
kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan, sepertiganya
melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi terinfeksi yang
tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari transmisi terjadi sewaktu atau
dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus (Ayu, 2012).
i.
Kehamilan
Menurut Ayu
(2012), kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama
persalinan dan melahirkan. Ibu akan sering mengalami masalah-masalah sebagai
berikut :
1)
Keguguran
2)
Demam, infeksi dan kesehatan menurun.
3)
Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di
rawat dan mungkin mengancam jiwa ibu.
ii.
Melahirkan
Setelah
melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih
sehingga terlindungi dari infeksi (Yopan, 2012).
iii.
Menyusui
Menyusui meningkatkan
risiko penularan sebesar 4%. Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi
melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti frekuensi
kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi tertentu
tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada
ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan
tanda-tanda penyakit AIDS. Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan
besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan
susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat
manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV (Yopan, 2012).
4.
Langkah-langkah untuk mencegah HIV/AIDS.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan AIDS, belum
ada vaksin yang dapat mencegah terjadinya AIDS, dan belum ada metode yang
terbukti dapat menghilangkan infeksi pada karier HIV. Karena alasan itu, segala
sesuatu harus dilakukan untuk mencegah transmisi HIV/AIDS.
Secara umum, langkah-langkah pencegahan penularan HIV/AIDS bisa dilakukan
dengan menerapkan rumus ABCDE yaitu :
A : Abstinence
atau Amannya tidak berhubungan seks.
B : Be
faitful atau Bagusnya saling setia, hanya berhubungan seks dengan
satu
pasangan.
C : Condom atau kondom selalu gunakan kondom setiap kali berhubungan
seks, terutama jika mempunyai banyak pasangan.
D : Drug
atau Dianjurkan tidak nge-drug atau pakai Napza, terutama jenis
Napza yang disuntikan.
E : Equipment atau Enaknya pakai alat-alat yang bersih, steril, sekali
pakai,dan tidak bergantian. Misalnya; jarum
suntik, pisau cukur, alat operasi, jarum tatoo, alat tindik dll.
B.
Universal Precaution (Kewaspadaan Universal)
1.
Pengertian Universal
Precautions
Universal precation adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada
semua tempat, pelayanan dalam rangka pengurangi resiko penyebaran infeksi
(Nursalam dan Ninuk, 2007).
a.
Mengendalikan
infeksi secara konsisten.
b.
Memastikan
standar adekuat bagi mereka yang tidak terdiagnosa atau tidak terlihat seperti
resiko.
c.
Mengurangi
resiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
d.
Asumsi bahwa
resiko atau infeksi berbahaya.
Universal precautions saat ini dikenal dengan kewaspadaan standar, adapun kewaspadaan standar
tersebut dirancang untuk mengurangi resiko infeksi terinfeksi penyakit menular
pada petugas kesehatan baik dari sumber terinfeksi yang dketahui maupun yang
tidak diketahui (Depkes, 2003).
Menurut Depkes (2003), rekomendasi kewaspadaan standar, terutama setelah
terdiagnosis jenis infeksinya, rekomendasi dikategorikan sebagai berikut:
a.
Kategori IA
Sangat
direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian dan studi
epidemiologi.
b.
Kategori IB
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau
efektif oleh ahli dilapangan, dan besar kesepakatan HICPAC (Hospital Infection Control Advisory
Committee) sesuai dengan bukti rasional walaupun mungkin sebelum
dilaksanakan suatu studi scientific.
c.
Kategori II
Dianjurkan untuk dilaksanakan dirumah sakit. Anjuran didukung studi
klinis, dan epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan
dibeberapa rumah sakit.
d.
Tidak direkomendasikan
Masalahnya belum ada penyelesaiannya. Belum ada bukti ilmiah yang menendai
atau belum ada kesepakatan mengenai efikasinya.
2.
Komponen kewaspadaan standar
a.
Kebersihan
tangan (mencuci tangan)
Mencuci tangan adalah proses secara mekanik melepaskan kotoran dan debris
dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air (Depkes, 2008).
Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tidakan
keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain.
Tindakan ini penting untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi (Nursalam dan Ninuk, 2007).
Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi
terjadinya perpindahan kuman melalui tangan yaitu:
1)
Sebelum
melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung dengan
klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan
melakukan injeksi dan pemasangan infus.
2)
Setelah mekakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang
terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa.
Menurut Nursalam dan Ninuk (2007), ada tiga cara cuci tangan yang
dilaksanakan sesuai kebutuhan. Yaitu:
1)
Cuci tangan higienik atau rutin yaitu mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan dengan menggunakan
sabun atau detergen.
2)
Cuci tangan aseptik yaitu cuci tangan sebelum tindakan aseptik pada
pasien dengan menggunakan antiseptik.
3)
Cuci tangan bedah yaitu sebelum melakukan tindakan bedah, cara
aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.
b.
Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta
kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan
yang beresiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah tulang, otopsi dan perawatan gigi dimana menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi
(Depkes, 2003).
Peralatan pelindung diri meliputi sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata (perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron, dan barang lainya
(Tiedjen, 2004).
1)
Sarung tangan
Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik
terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi dan harus selalu diganti untuk
mecegah infeksi silang.
Sarung tangan harus dipakai bilamana :
(a) Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah, cairan
tubuh, selaput lendir, atau kulit yang terluka.
(b) Akan melakukan tindakan medik invasif (pemasangan
alat-alat vaskular seperti intravena perifer).
(c) Akan membersihkan sampah terkontaminasi atau memegang
permukaan yang terkontaminasi.
(Spiritia, 2004)
Sarung tangan mencegah penularan kuman patogen melalui
cara kontak langsung maupun tidak langsung. Ada 3 jenis sarung tangan, yaitu :
(a) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan
invasif atau pembedahan.
(b) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi
petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
(c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses
peralatan menangani bahan-bahan terkontaminasi dan sewaktu membersihkan
permukaan yang terkontaminasi.
(Depkes,
2003)
Yang dilakukan
dan jangan dilakukan dalam pemakaian sarung
tangan :
(a) Pakailah ukuran yang sesuai.
(b) Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang
memerlukan waktu lama.
(c) Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi risiko robek
atau berlubang.
(d) Tariklah sarung tangan sampai meliputi tangan baju (jika
pakai baju operasi).
(e) Pakailah cairan pelembab untuk mencegah kulit dari
kekeringan atau berkerut.
(f) Jangan pakai cairan atau krim berbasis minyak, karena
akan merusak sarung tangan.
(g) Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena
dapat merangsang kulit dan menyebabkan iritasi.
(h) Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu terlalu
panas atau terlalu dingin.
(Depkes,
2003)
Langkah-langkah
penggunaan sarung tangan :
(a) Siapkan kemasan sarung tangan steril yang sesuai.
(b) Lakukan cuci tangan dengan seksama.
(c) Buka pembungkus bagian paling luar dari kemasan sarung
tangan. Pisahkan dan
lepaskan sisi-sisinya.
(d) Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada permukaan
yang bersih datar tepat di atas tinggi siku. Buka kemasan, jaga supaya sarung
tangan tetap di atas permukaan bagian dalam pembungkus.
(e) Jika sarung tangan tidak dibedak, ambil pak bedak dan
pakai tipis-tipis pada tangan diatas wastafel atau keranjang sampah.
(f) Identifikasi sarung tangan kanan dan kiri. Kenakan sarung tangan dominan terlebih dahulu.
(g) Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tengah dari
tangan non dominan, pegang tepi dari manset sarung tangan untuk tangan dominan
sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung tangan.
(h) Pakai sarung tangan pada tangan dominan, biarkan manset
dan pastikan manset tidak bertumpuk di pergelangan tangan. Pastikan ibu dan
jari lainnya berada pada tempat yang tepat.
(i) Dengan tangan yang dominan yang bersarung tangan selipkan
jari di dalam manset sarung tangan kedua.
(j)
Kenakan
sarung tangan kedua pada tangan nondominan. Jangan biarkan jari tangan dan ibu
jari tangan dominan yang bersarung tangan menyentuh setiap bagian tangan non
dominan yang dibuka. Jaga supaya ibu jari tangan dominan terabduksi kebelakang.
(k) Setelah sarung tangan kedua dikenakan tautkan kedua tangan.
(Potter
& Perry, 1997)
Gambar. 2.1. Cara Memakai
Sarung Tangan Steril (Depkes, 2003)
Membuang sarung tangan :
(a)
Pegang bagian luar dari satu manset
dengan tangan yang bersarung tangan hindari menyentuh pergelangan tangan.
(b)
Lepaskan sarung tangan, balikan menjadi
bagian dalam keluar. Buang ke pembuangan.
(c)
Dengan jari yang telah lepas tersebut
ambil bagian dalam dari sarung tangan yang masih dikenakan lepaskan sarung
tangan bagian dalam keluar. Buang di tempat pembuangan.
(Potter &
Perry, 1997)
Gambar. 2.2. Cara Melepas Sarung Tangan (Depkes, 2003)
2)
Masker
Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang
dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan
juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk kedalam hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker jika tidak terbuat
dari bahan tahan cairan, bagaimanapun juga tidak efektif dalam mencegah dengan
baik.
3)
Respirator
Masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang dianjurkan dalam
situasi memfilter udara yang tertarik nafas dianggap sangat penting (umpamanya,
dalam perawatan orang dengan tuberculosis paru).
4)
Pelindung mata
Melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainya yang
terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata termasuk pelindung
plastik yan jernih. Kacamata pengaman, pelindung muka. Kacamata yang dibuat
dengan resep dokter atau kacamata dengan lensa normal juga dapat dipakai.
5)
Tutup
kepala/kap
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak
masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus dapat menutup semua rambut.
6)
Gaun
Gaun penutup, dipakai untuk menutupi baju rumah. Gaun ini dipakai untuk
melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan.Gaun bedah, petama kali
digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen
dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan.
7)
Apron
Terbuat dari bahan karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di
bagian depan dari petugas kesehatan.
8)
Alas kaki
Dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat
atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.
3. Pengelolaan alat kesehatan
Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi melalui alat
kesehatan, atau menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi steril dan siap
pakai. Pemilihan pengelolaan alat tergantung pada kegunaan alat dan
berhubungan dengan tingkat resiko penyebaran infeksi. Pengelolaan alat
dilakukan melalui empat tahap:
a)
Dekontaminasi
b) Pencucian
c)
Sterilisasi
atau DTT
d) Penyimpanan
4.
Kewaspadaan Universal di Kamar Bersalin
Tindakan di kamar bersalin harus
memperhatikan kewaspadaan universal karena kemungkinan kontak dengan darah dan
cairan tubuh ditempat ini sangat tinggi. Setiap spesimen darah dan cairan tubuh
harus mendapat perlakuan sebagai bahan infeksius.
a)
Pemeliharaan Kamar Bersalin
(1)
Lingkungan dijaga selalau dalam keadaan bersih dari
debu
(2)
Linen dijaga selalu bersih untuk setiap pasien, segera
ganti apabila tampak kotor atau ganti pasien
(3)
Alat rumah tangga harus dilakukan perawatan dengan
teliti
(4)
Setiap hari kamar tidur dilap dengan larutan klorin 0,5%
dan dibilas dengan air
(5)
Setiap ada percikan atau tumpahan darah sedikit atau
banyak, harus segera didekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% selama 10
menit, kemudian dilap kembali sampai kering, dan dipel dengan deterjen dan air
(2)
Lantai dipel minimal 4 kali dalam sehari dengan
menggunakaan lisol, dan dibersihkan minimal sekali sehari dengan menggunakan
deterjen dan air cukup
b)
Ketentuan Umum Bagi Petugas di Kamar Bersalin
(1) Patuh menerapkan
kewaspadaan universal
(2)
Melakukan cuci tangan
(3) Sebelum
bekerja, sebelum memakai sarung tangan, setelah membuka sarung tangan, dan
sebelum keluar ruangan
(4) Sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
(5) Petugas yang
berambut panjang, rambutnya harus diikat dan ditutup
(6) Petugas
dilarang makan, minum dan merokok didalam kamar bersalin
(7) Petugas yang
menderita luka terbuka atau lesi terbuka pada kulit tidak boleh melakukan
tindakan invasif kepada pasien. Luka harus diobati sampai sembuh sebelum
diperkenankan bekerja. Luka tergores ringan harus ditutupi dengan plester kedap
air
(8)
Bila menggunakan alat tajam, misal skalpel, jarum,
gunting, petugas harus memperhatikan posisi bagian runcing alat tajam tersebut
menjauhi tubuh petugas
c)
Meja/Tempat Tidur untuk Bersalin
(1)
Meja bersalin harus selalu dalam keadaan rapih atau
bersih
(2)
Barang pribadi/milik pasien dilarang ditaruh diatas
tempat tidur/meja bersalin
(3) Permukaan
meja harus dibersihkan dengan disinfektan sebelum dan sesudah digunakan
(4) Tumpahan
atau percikan darah/cairan tubuh harus segera didekontaminasi dan dibersihkan
kembali dengan disinfektan
(5) Sampah medis
seperti darah, cairan tubuh, kasa terkontaminasi darah harus ditangani sesuai
dengan prosedur dekontaminasi
d)
Alat Pelindung Diri di Kamar Bersalin
(1)
Alat peindung harus selalu dikenakan didalam kamar
bersalin
(2)
Kegiatan dikamar bersalin yang membutuhkan
lengan/tangan untuk manipulasi intrauterin atau pemeriksaan dalam, tentunya
harus menggunakan gaun pelindung/celemek plastik dan sarung tangan yang
mencapai siku
(3)
Pada saat menangani atau menolong persalinan, maka
petugas harus selalu menggunakan :
i. Penutup
kapala
ii. Sarung
tangan/celemek plastic
iii. Pelindung
wajah/masker
iv. Sepatu
pelindung yang menutup seluruh punggung dan telapak kaki
(4)
Satu set Alat Pelindung Diri tersebut harus dikenakan
untuk menangani satu pasien dan tidak dibawa keluar kecuali untuk dicuci,
termasuk tidak boleh dibawa ke ruang makan atau tempat lainnya
e)
Penanganan Bayi
(1)
Penolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung
tangan
(2)
Cara penghisapan lendir dengan mulut penolong harus
ditinggalkan, sebagai gantinya penghisapan lendir harus dilakukan dengan pipa
penghisapan secara hati-hati agar tidak terjadi luka pada jalan nafas
(3) Bila bayi
perlu resusitasi, sedapat mungkin resusitasi dilakukan menggunakan ambu-beg,
tidak dilakukan tindakan mulut ke mulut
(4) Potonglah
tali pusat bayi pada saat pulpasi telah menurun atau hilang
(5) Untuk contoh
darah, spesimen diambil dari tali pusat
(6) ASI dari Ibu
yang terinfeksi HIV mempunyai resiko untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak
beresiko untuk tenaga kesehatan
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virus penyebab
adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih, sehingga melemahkan
kekebalan manusia dan menyebabkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Orang yang terinfeksi virus ini menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor/kanker.
Universal precautions adalah tindakan
pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan,
untuk semua pasien, setiap saat pada semua tempat, pelayanan dalam rangka
pengurangi resiko penyebaran infeksi.
Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan keperawatan
dan melakukan prosedur keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kontak
langsung dengan darah atau cairan tubuh pasien sangat berisiko terpapar infeksi
yang secara potensial membahayakan jiwanya, dan menjadi tempat dimana agen
infeksius dapat berkembang biak yang kemudian menularkan infeksi dari satu
pasien ke pasien lain.
Maka kegiatan universal precautions dipandang
sangat strategik untuk mengendalikan infeksi HIV/AIDS di sarana pelayanan
kesehatan, sebab kecuali memberikan perlindungan kepada pasien lain di sarana
pelayanan kesehatan sehingga tidak perlu khawatir dalam memberikan pelayanan
kepada semua pasien termasuk pasien yang diketahui menderitta HIV/AIDS. Hal ini
akan meningkatkan pelayanan pasien infeksi HIV/AIDS di sarana pelayanan
kesehatan dan diharapkan berdampak positif pada upaya penanggulangan infeksi
HIV/AIDS di Indonesia.
B.
SARAN
Pembinaan sikap positif terhadap perawatan pasien HIV/AIDS perlu terus dilakukan dimana
banyak orang masih menunjukan sikap negative terhadap perawatan pasien HIV/AIDS.
Pembinaan ini bisa ditempuh dengan cara mensosialisasikan kemajuan yang positif
dalam pengelolaan pasien HIV/AIDS, dukung moril, fasilitas, dan kebijakan dari
institusi rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Andy. 2011. HIV/AIDS
Pada Ibu Hamil. http://ilmu-pasti-pengungkap-kebenaran.blogspot.com/2011/11/hivaids-pada-ibu-hamil.html. Diakses tanggal
01 April 2014
Ayu. 2012. Pengaruh
HIV/AIDS Terhadap Sistem Kekebalan Tubuh. http://ayups87.wordpress.com/2012/06/16/makalah-pengaruh-hivaids-terhadap-sistem-kekebalan-tubuh-manusia/. Diakses
tanggal 01 April 2014
DepKes RI. 2003.
Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan
Universal di Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
Nursalam dan
Ninuk. 2007. Asuhan Keperawatn
Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta. Salemba Medika.
Potter
&Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktek. Edisi ke 4. Jakarta. EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar