BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini globalisasi telah menjangkau berbagai aspek
kehidupan. Sebagai akibatnya persainganpun semakin tajam. Dunia bisnis sebagai
salah satu bagiannya juga mengalami hal yang sama. Perusahaan-perusahaan yang
dahulu bersaing hanya pada tingkat local atau regional, kini harus pula
bersaing dengan perusahaan dari seluruh dunia. Hanya perusahaan yang mampu
menghasilkan barang atau jasa berkualitas kelas dunia yang dapat bersaing dalam
pasar global.Demikian halnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
produksi pangan, apabila ingin memiliki keunggulan dalam skala global, maka
perusahaan-perusahaan tersebut harus mampu melakukan setiap pekerjaan secara
lebih baik dalam rangka menghasilkan produk pangan berkualitas tinggi dengan
harga yang wajar dan bersaing. Hal ini berarti agar perusahan atau industri
pangan mampu bersaing secara global diperlukan kemampuan mewujudkan produk
pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat dan bermanfaat bagi
konsumen.
Dalam krisis moneter seperti saat
ini, pengembangan agroindustri yang mempunyai peluang dan berpotensi adalah
agroindustri yang memanfaatkan bahan baku utama produk hasil pertanian dalam
negeri, mengandung komponen bahan impor sekecil mungkin, dan produk yang
dihasilkannya mempunyai mutu yang mampu bersaing di pasar internasional.
Agroindustri yang dibangun dengan kandungan impor yang cukup tinggi ternyata
merupakan industri yang rapuh karena sangat tergantung dari kuat/lemahnya nilai
rupiah terhadap nilai dolar, sehingga ketika dolar menguat industri tidak
sanggup membeli bahan baku impor tersebut.
Keamanan pangan, masalah dan dampak
penyimpangan mutu, serta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam
pengembangan sistem mutu industri pangan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat ini sudah harus memulai
mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu pangan. Karena di era pasar
bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan
derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam
sistem mutunya. Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah
terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan
yang berbahaya bagi kesehatan.
Dari jumlah produk pangan yang
diperiksa ditemukan sekitar 9,08% – 10,23% pangan yang tidak memenuhi
persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat menggunakan bahan tambahan
pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan: merupakan pangan yang
tercemar bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah kadaluwarsa; pangan yang
tidak memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan impor yang tidak sesuai
persyaratan. Dari sejumlah produk pangan yang diperiksa tercatat yang tidak
memenuhi persyaratan bahan pangan adalah sekitar 7,82% – 8,75%. Penggunaan
bahan tambahan makanan pada makanan jajanan berada pada tingkat yang cukup
menghawatirkan karena jumlah yang diperiksa sekitar 80%-nya tidak memenuhi
persyaratan. Pengujian pada minuman jajanan anak sekolah di 27 propinsi
ditemukan hanya sekitar 18,2% contoh yang memenuhi persyaratan penggunaan BTP,
terutama untuk zat pewarna, pengawet dan pemanis yang digunakan sebanyak 25,5%
contoh minuman mengandung sakarin dan 70,6% mengandung siklamat.
Setiap tahun, kasus keracunan makanan yang
terjadi di Indonesia mencapai angka kejadian yang cukup tinggi. Korbannya pun
tidak pandang bulu, mulai dari anak-anak hingga dewasa sering menjadi korban
keracunan makanan. Terjadinya kasus-kasus tersebut disebabkan karena banyak
faktor, diantaranya adalah sanitasi yang buruk, penggunaan bahan pangan dengan
kualitas yang rendah, hingga penambahan BTP (Bahan Tambahan Pangan) yang tidak
sesuai dengan ketentuan.
Oleh karena itu penulis akan menguraikan tentang manajemen
keamanan pangan di Indonesia meliputi manajemen tingkat Negara, masyarakat dan
individu di rumah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen keamanan pangan di tingkat Negara
Pengembangan
sistem mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
industri yang meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor,
serta konsumen (WHO, 1998). Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan.
Peran pemerintah dalam sistem keamanan pangan meliputi :
1.
Penyusunan kebijaksanaan strategi, program dan
peraturan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2004 telah mengatur tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. PP tersebut menyatakan bahwa keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimiawi, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.Adapun menurut Widyakarya Pangan dan Gizi,
masalah keamanan pangan menyangkut empat kriteria: aman dari kontaminasi bahan
kimia berbahaya, aman dari kontaminasi mikro- organisme, aman secara kaidah
agama (halal), dan aman secara komposisi gizi (wholeness).
Masalah keamanan pangan juga diatur dalam banyak peraturan, di
antaranya Undang-Undang Kesehatan No 23/1992, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 304/Menkes/Per/IV/1989
tentang Persyaratan Kesehatan Restoran, dan Nomor 712/Menkes/Per/1986 tentang
Persyaratan Kesehatan Jasa Boga.
2.
Pelakasanaan program
Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) adalah program nasional yang terdiri
dari semua stakeholder kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan
pertanian sampai siap dikonsumsi. SKPT merupakan sistem yang mengkombinasikan
keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen
secara sinergis dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang mempengaruhi
keamanan pangan.
Model SKPT dibentuk untuk mencapai harmonisasi program keamanan pangan
dan laboratorium yang berstandar internasional. Model ini berdasarkan pada
pedoman yang dikeluarkan WHO Guidelines for Strengthening a National Food
Safety Programme. Stakeholder kunci dan tanggung jawab mereka terhadap
keamanan pangan dipetakan dengan model WHO tersebut.
Tiga jejaring untuk stakeholder diidentifikasi dan dikelompokkan menurut
prinsip analisis risiko adalah sebagai berikut :
a.
Jejaring Intelijen Pangan berdasarkan kajian risiko
b.
Jejaring Pengawasan Pangan berdasarkan manajemen risiko
c.
Jejaring Promosi Keamanan Pangan berdasarkan komunikasi risiko
Jejaring tersebut mampu memperbaiki komunikasi antar stakeholder,
membagi pengetahuan dan meningkatkan keamanan pangan di tingkat lokal, regional
dan nasional. Tiga program yang terdiri dari program Food Watch,
Piagam Bintang, dan Respon Cepat, dikembangkan untuk mensinergiskan dan
memfokuskan aktivitas keamanan pangan dan mengimplementasikan kebijakan pada
tingkat nasional, provinsi, dan lokal. Program Food Watch adalah
program monitoring pangan tingkat nasional. Program Piagam Bintang terdiri dari
tiga tingkatan piagam bintang keamanan pangan secara sukarela yang
mempromosikan pelatihan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. Program
Respon Cepat merupakan program yang memungkinkan komunikasi efektif selama
krisis nasional.
Sebagai kesimpulan, SKPT merupakan struktur Program Keamanan Pangan
Nasional. Dalam SKPT, departemen, akademisi, industri dan konsumen bekerja sama
untuk memaksimalkan sumber daya dan memperbaiki keamanan pangan di Indonesia.
Jika setiap negara di kawasan Asia Pasifik menerapkan SKPT, maka akan banyak
sekali keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dalam bidang perdagangan dan
kesehatan. Hal ini merupakan impian tim SKPT untuk membuatnya menjadi
kenyataan.
Gambar : Sistem Keamanan Pangan Terpadu
3.
Pengawasan dan low enforcement
4.
Pengumpulan informasi
5.
Pengembangan Iptek dan penelitian
6.
Pengembangan SDM (pengawas pangan, penyuluh pangan,
industri)
7.
Penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen
8.
Penyelidikan dan penyedikan kasus penyimpangan mutu dan
keamanan pangan
Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung
pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam
upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan konsumen.
Teknologi pangan diharapkan berperan dalam perancangan produk, pengawasan bahan
baku, pengolahan, tindak pengawetan yang diperlukan, pengemasan, penyimpanan,
dan distribusi produk sampai ke konsumen. Industri pangan merupakan industri
yang mengolah hasil–hasil pertanian sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi
oleh masyarakat. Oleh karena itu, industri pangan lebih berkiprah pada bagian
hilir dari proses pembuatan produk tersebut. Menurut Wirakartakusumah dan Syah
(1990), fungsi utama suatu industri pangan adalah untuk menyelamatkan,
menyebarluaskan, dan meningkatkan nilai tambah produk–produk hasil pertanian
secara efektif dan efisien.
Wirakartakusumah dan Syah (1990) menyatakan bahwa
industri pangan di Indonesia secara umum dibagi menjadi industri kecil dan
industri besar. Indstri pangan kecil biasanya masih menggunakan cara–cara
tradisional dan bersifat padat karya, sedangkan industri pangan besar lebih
modern dan padat modal. Aspek–aspek yang harus diperhatikan dalam industri
pangan adalah aspek teknologi, penyebaran lokasi, penyerapan tenaga kerja,
produksi, ekspor dan peningkatan mutu.
Kesadaran
konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian terhadap nilai gizi dan
keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan
tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan
kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu
baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di
laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu
dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang
baik (GMP- Good Manufacturing Practices) dan penerapan
analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard Analysis and
Critical Control Point).
Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah
suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi
persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan
bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan
produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi
dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga
konsumen global (Fardiaz, 1997).
Menurut
Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di industri pangan
adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik
Kendali Kritis adalah setiap titik, tahap atau prosedur dalam suatu sistem
produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan
yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari
produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan ingredien,
pengolahan, pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Limit
kritis (critical limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus
dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan
bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Limit kritis
pada CCP menunjukkan batas keamanan.
Fardiaz (1997) menyatakan bahwa Hazard
Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan,
produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang
harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa
produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP
merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap
kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan.
Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem HACCP mempunyai
tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan,
yaitu :
1. Keamanan pangan (food safety)
yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit
2. Kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness)
merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan
kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene
3. Kecurangan ekonomi (economic
fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan
konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan
bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang
dalam kemasan.
Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh
mata rantai produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan.
Hubeis (1997) berpendapat bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi
dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan
bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi
konsumen. Adapun manfaat HACCP meliputi :
1. Menjamin
keamanan pangan
a. Memproduksi
produk pangan yang aman setiap saat
b. Memberikan
bukti sistem produksi dan penganganan produk yang aman
c. Memberikan
rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya
d. Memberikan
kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun
internasional.
2. Mencegah
kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya-bahaya dapat
diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan tindakan
penanggulangannya.
3. Mencegah/mengurangi
terjadinya kerusakan produksi atau ketidakamanan pangan, yang tidak mudah bila
hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja.
4. Dengan
berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib
pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global.
5. Memberikan
efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan mudah
dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan
B.
Manajemen keamanan pangan di tingkat masyarakat
1.
Pengembangan SDM (pelatihan, penyuluhan dan
penyebaran informasi kepada konsumen) tentang keamanan pangan
2.
Praktek
penanganan dan pengolahan pangan yang baik (GCP)
3.
Partisipasi dan kepedulian masyarakat tentang mutu dan
keamanan pangan
C.
Manajemen keamanan pangan di tingkat keluarga
dan individu
Sebagai bagian dari masyarakat, individu juga
berperan penting dalam sistem keamanan pangan. Hal-hal prinsip yang dapat
dilakukan dalam menjaga keamanan pangan pada individu diantaranya sebagai
berikut :
1.
Bersih
Prinsip bersih tersebut dimaksudkan
agar individu menjaga kebersihan dalam kaitannya dengan pangan. Membiasakan
mencuci tangansebelum, selama dan setelah menyiapkan makanan, setelah
menggunakan kamar mandi dan setelah memegang hewan peliharaan, mencuci
peralatan masak dengan bersih dan benar serta mencuci produk-produk makanan
yang akan diolah.
2.
Terpisah
Memisahkan makanan dan penggunaan
alat memasak sesuai dengan jenis dan kondisi makanan agar tidak terjadi
kontaminasi silang. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan oleh individu di rumah
:
a.
Mencegah
kontaminasi silang dengan menjaga daging mentah, unggas, seafood dan telur
terpisah dari makanan siap saji.
b.
Menggunakan
papan pemotongan yang berbeda antara daging mentah, unggas dan makanan laut
dengan makanan siap makan seperti roti dan sayuran.
c.
Mencuci
papan pemotongan secara menyeluruh dalam air panas dan sabun setiap setelah penggunaan.
Apabila diperlukan menggunakan larutan pemutih (yaitu satu sendok makan pemutih
dalam satu liter air) atau larutan pembersih lainnya dan bilas dengan air
bersih.
d.
Membuang
papan pemotongan lama yang memiliki celah-celah dan bekas goresan pisau yang
berlebihan.
3.
Pendinginan
makanan
Dalam sistem keamanan pangan rumah
dianjurkan kepada konsumen untuk mendinginkan makanan segera pada suhu yang
tepat agar dapat memperlambat pertumbuhan bakteri dan mencegah keracunan
makanan. Prinsip mendinginkan makanan di rumah adalah :
a.
Memastikan
bahwa almari pendingin berada pada suhu di bawah 40 ° F dan freezer adalah pada
atau di bawah 0 ° F.
b.
Memeriksa
secara teratur suhu almari pendingin
c.
Makanan
yang mudah basi harus segera didinginkan setelah dibeli
d.
Saat
mendinginkan makanan sebaiknya makanan disimpan dalam wadah yang dangkal
4.
Memasak
Cara memasak makanan merupakan salah satu prinsip yang dapat
dilakukan untuk menjaga keamanan pangan individu. Setiap bahan makanan memiliki
karakter yang berbeda-beda. Ada yang harus dimasak benar-benar matang dan dalam
waktu yang lama, namun ada pula yang sebaiknya dimasak hanya sebentar saja.
Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan bagi individu untuk mengetahui cara
memasak yang benar pada setiap bahan makanan yang akan diolah agar dapat
menjaga keamanan pangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan tentang manajemen
keamanan pangan pada tingkat Negara, masyarakat dan individu tersebut maka
dapat disimpulkan :
1.
Manajemen keamanan tingkat Negara (Pemerintah)
a.
Penyusunan kebijaksanaan strategi, program dan
peraturan
b.
Pelaksanaan program
c.
Pemasyarakatan UU Pangan dan peraturan
d.
Pengawasan dan low enforcement
e.
Pengumpulan informasi
f.
Pengembangan Iptek dan penelitian
g.
Pengembangan SDM (pengawas pangan, penyuluh pangan,
industri)
h.
Penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen
i.
Penyelidikan dan penyedikan kasus penyimpangan mutu dan
keamanan pangan
2.
Manajemen keamanan pangan tingkat masyarakat
a.
Pengembangan SDM (pelatihan, penyuluhan dan penyebaran
informasi kepada konsumen) tentang keamanan pangan
b.
Praktek penanganan dan pengolahan pangan yang baik
(GCP)
c.
Partisipasi dan kepedulian masyarakat tentang mutu dan
keamanan pangan
3.
Manajemen keamanan pangan tingkat keluarga dan individu
di rumah
Prinsip menjaga keamanan pangan di
keluarga dan individu adalah :
a.
Bersih
Menjaga kebersihan makanan, peralatan
memasak dan membiasakan mencuci tangan
b.
Terpisah
Memisahkan makanan dan bahan makanan
serta peralatan memasak yang digunakan sesuai dengan jenis dan kondisi makanan
c.
Mendinginkan
Mendinginkan makanan sesuai dengan
suhu, waktu dan tempat yang tepat
d.
Memasak
Memasak makanan dengan tepat sesuai
dengan jenis bahan makanan yang akan diolah
B.
Saran
1. Bagi
Pemerintah
Diharapkan dapat memberikan
penyuluhan dan penyebaran informasi yang lebih intensif ke masyarakat mengenai managemen
keamanan pangan
2. Bagi
Masyarakat
Diharapkan dapat berpartisipasi
dalam program keamanan pangan yang diselenggarakan pemerintah, sehingga
masyarakat bisa mempraktikan managemen keamanan pangan dengan baik.
3. Bagi
Individu
Diharapkan dapat
memahami prinsip menjaga keamanan pangan, sehingga asupan gizi dari makanan
dapat terpenuhi oleh tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Hal
King. 2013. Food Safety Management:
Implementing a Food Safety Program in a Food Retail Bussines. Springer
New York Heidelberg Dordrecht London
Handono
W, Panduan Penerapan Sistem Managemen
Keamanan Pangan. web.bpkimi.kemenperin.go.id. Diakses tanggal 5 Desember
2013
Sistem Managemen Keamanan Pangan. pkpp.ristek.go.id
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
ppvt.setjen.deptan.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar