Minggu, 27 April 2014

MANAGEMEN KEAMANAN PANGAN DI TINGKAT NEGARA, MASYARAKAT, KELUARGA DAN INDIVIDU DI RUMAH


BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini globalisasi telah menjangkau berbagai aspek kehidupan. Sebagai akibatnya persainganpun semakin tajam. Dunia bisnis sebagai salah satu bagiannya juga mengalami hal yang sama. Perusahaan-perusahaan yang dahulu bersaing hanya pada tingkat local atau regional, kini harus pula bersaing dengan perusahaan dari seluruh dunia. Hanya perusahaan yang mampu menghasilkan barang atau jasa berkualitas kelas dunia yang dapat bersaing dalam pasar global.Demikian halnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang produksi pangan, apabila ingin memiliki keunggulan dalam skala global, maka perusahaan-perusahaan tersebut harus mampu melakukan setiap pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan produk pangan berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing. Hal ini berarti agar perusahan atau industri pangan mampu bersaing secara global diperlukan kemampuan mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat dan bermanfaat bagi konsumen.
Dalam krisis moneter seperti saat ini, pengembangan agroindustri yang mempunyai peluang dan berpotensi adalah agroindustri yang memanfaatkan bahan baku utama produk hasil pertanian dalam negeri, mengandung komponen bahan impor sekecil mungkin, dan produk yang dihasilkannya mempunyai mutu yang mampu bersaing di pasar internasional. Agroindustri yang dibangun dengan kandungan impor yang cukup tinggi ternyata merupakan industri yang rapuh karena sangat tergantung dari kuat/lemahnya nilai rupiah terhadap nilai dolar, sehingga ketika dolar menguat industri tidak sanggup membeli bahan baku impor tersebut.
Keamanan pangan, masalah dan dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat ini sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu pangan. Karena di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya. Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan.
Dari jumlah produk pangan yang diperiksa ditemukan sekitar 9,08% – 10,23% pangan yang tidak memenuhi persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan: merupakan pangan yang tercemar bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah kadaluwarsa; pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan impor yang tidak sesuai persyaratan. Dari sejumlah produk pangan yang diperiksa tercatat yang tidak memenuhi persyaratan bahan pangan adalah sekitar 7,82% – 8,75%. Penggunaan bahan tambahan makanan pada makanan jajanan berada pada tingkat yang cukup menghawatirkan karena jumlah yang diperiksa sekitar 80%-nya tidak memenuhi persyaratan. Pengujian pada minuman jajanan anak sekolah di 27 propinsi ditemukan hanya sekitar 18,2% contoh yang memenuhi persyaratan penggunaan BTP, terutama untuk zat pewarna, pengawet dan pemanis yang digunakan sebanyak 25,5% contoh minuman mengandung sakarin dan 70,6% mengandung siklamat.
Setiap tahun, kasus keracunan makanan yang terjadi di Indonesia mencapai angka kejadian yang cukup tinggi. Korbannya pun tidak pandang bulu, mulai dari anak-anak hingga dewasa sering menjadi korban keracunan makanan. Terjadinya kasus-kasus tersebut disebabkan karena banyak faktor, diantaranya adalah sanitasi yang buruk, penggunaan bahan pangan dengan kualitas yang rendah, hingga penambahan BTP (Bahan Tambahan Pangan) yang tidak sesuai dengan ketentuan. 
Oleh karena itu penulis akan menguraikan tentang manajemen keamanan pangan di Indonesia meliputi manajemen tingkat Negara, masyarakat dan individu di rumah.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Manajemen keamanan pangan di tingkat Negara
Pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri yang meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor, serta konsumen (WHO, 1998). Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan. Peran pemerintah dalam sistem keamanan pangan meliputi :
1.      Penyusunan kebijaksanaan strategi, program dan peraturan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2004 telah mengatur tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. PP tersebut menyatakan bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.Adapun menurut Widyakarya Pangan dan Gizi, masalah keamanan pangan menyangkut empat kriteria: aman dari kontaminasi bahan kimia berbahaya, aman dari kontaminasi mikro- organisme, aman secara kaidah agama (halal), dan aman secara komposisi gizi (wholeness).
Masalah keamanan pangan juga diatur dalam banyak peraturan, di antaranya Undang-Undang Kesehatan No 23/1992, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 304/Menkes/Per/IV/1989 tentang Persyaratan Kesehatan Restoran, dan Nomor 712/Menkes/Per/1986 tentang Persyaratan Kesehatan Jasa Boga.
2.      Pelakasanaan program
Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) adalah program nasional yang terdiri dari semua stakeholder kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. SKPT merupakan sistem yang mengkombinasikan keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara sinergis dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan.
Model SKPT dibentuk untuk mencapai harmonisasi program keamanan pangan dan laboratorium yang berstandar internasional. Model ini berdasarkan pada pedoman yang dikeluarkan WHO Guidelines for Strengthening a National Food Safety Programme. Stakeholder kunci dan tanggung jawab mereka terhadap keamanan pangan dipetakan dengan model WHO tersebut.
Tiga jejaring untuk stakeholder diidentifikasi dan dikelompokkan menurut prinsip analisis risiko adalah sebagai berikut :
a.       Jejaring Intelijen Pangan berdasarkan kajian risiko
b.       Jejaring Pengawasan Pangan berdasarkan manajemen risiko
c.        Jejaring Promosi Keamanan Pangan berdasarkan komunikasi risiko
Jejaring tersebut mampu memperbaiki komunikasi antar stakeholder, membagi pengetahuan dan meningkatkan keamanan pangan di tingkat lokal, regional dan nasional. Tiga program yang terdiri dari program Food Watch, Piagam Bintang, dan Respon Cepat, dikembangkan untuk mensinergiskan dan memfokuskan aktivitas keamanan pangan dan mengimplementasikan kebijakan pada tingkat nasional, provinsi, dan lokal. Program Food Watch adalah program monitoring pangan tingkat nasional. Program Piagam Bintang terdiri dari tiga tingkatan piagam bintang keamanan pangan secara sukarela yang mempromosikan pelatihan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. Program Respon Cepat merupakan program yang memungkinkan komunikasi efektif selama krisis nasional.
Sebagai kesimpulan, SKPT merupakan struktur Program Keamanan Pangan Nasional. Dalam SKPT, departemen, akademisi, industri dan konsumen bekerja sama untuk memaksimalkan sumber daya dan memperbaiki keamanan pangan di Indonesia. Jika setiap negara di kawasan Asia Pasifik menerapkan SKPT, maka akan banyak sekali keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dalam bidang perdagangan dan kesehatan. Hal ini merupakan impian tim SKPT untuk membuatnya menjadi kenyataan.
Gambar : Sistem Keamanan Pangan Terpadu

3.      Pengawasan dan low enforcement
4.      Pengumpulan informasi
5.      Pengembangan Iptek dan penelitian
6.      Pengembangan SDM (pengawas pangan, penyuluh pangan, industri)
7.      Penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen
8.      Penyelidikan dan penyedikan kasus penyimpangan mutu dan keamanan pangan
Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan konsumen. Teknologi pangan diharapkan berperan dalam perancangan produk, pengawasan bahan baku, pengolahan, tindak pengawetan yang diperlukan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi produk sampai ke konsumen. Industri pangan merupakan industri yang mengolah hasil–hasil pertanian sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, industri pangan lebih berkiprah pada bagian hilir dari proses pembuatan produk tersebut. Menurut Wirakartakusumah dan Syah (1990), fungsi utama suatu industri pangan adalah untuk menyelamatkan, menyebarluaskan, dan meningkatkan nilai tambah produk–produk hasil pertanian secara efektif dan efisien.
Wirakartakusumah dan Syah (1990) menyatakan bahwa industri pangan di Indonesia secara umum dibagi menjadi industri kecil dan industri besar. Indstri pangan kecil biasanya masih menggunakan cara–cara tradisional dan bersifat padat karya, sedangkan industri pangan besar lebih modern dan padat modal. Aspek–aspek yang harus diperhatikan dalam industri pangan adalah aspek teknologi, penyebaran lokasi, penyerapan tenaga kerja, produksi, ekspor dan peningkatan mutu.
Kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP- Good Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point).
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997).
Menurut Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di industri pangan adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis adalah setiap titik, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan ingredien, pengolahan, pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Limit kritis (critical limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Limit kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan.
Fardiaz (1997) menyatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan.
Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu :
1.      Keamanan pangan (food safety)
yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit
2.      Kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness)
merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene
3.      Kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan.
Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Hubeis (1997) berpendapat bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen. Adapun manfaat HACCP meliputi :
1.      Menjamin keamanan pangan 
a.       Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat
b.      Memberikan bukti sistem produksi dan penganganan produk yang aman
c.       Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya
d.      Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun internasional.
2.      Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya-bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangannya. 
3.      Mencegah/mengurangi terjadinya kerusakan produksi atau ketidakamanan pangan, yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja. 
4.      Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global. 
5.      Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan
B.     Manajemen keamanan pangan di tingkat masyarakat
1.        Pengembangan SDM (pelatihan, penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen) tentang keamanan pangan
2.        Praktek penanganan dan pengolahan pangan yang baik (GCP)
3.      Partisipasi dan kepedulian masyarakat tentang mutu dan keamanan pangan
C.     Manajemen keamanan pangan di tingkat keluarga dan individu
Sebagai bagian dari masyarakat, individu juga berperan penting dalam sistem keamanan pangan. Hal-hal prinsip yang dapat dilakukan dalam menjaga keamanan pangan pada individu diantaranya sebagai berikut :
1.      Bersih 
Prinsip bersih tersebut dimaksudkan agar individu menjaga kebersihan dalam kaitannya dengan pangan. Membiasakan mencuci tangansebelum, selama dan setelah menyiapkan makanan, setelah menggunakan kamar mandi dan setelah memegang hewan peliharaan, mencuci peralatan masak dengan bersih dan benar serta mencuci produk-produk makanan yang akan diolah.
2.      Terpisah
Memisahkan makanan dan penggunaan alat memasak sesuai dengan jenis dan kondisi makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan oleh individu di rumah :
a.       Mencegah kontaminasi silang dengan menjaga daging mentah, unggas, seafood dan telur terpisah dari makanan siap saji.
b.       Menggunakan papan pemotongan yang berbeda antara daging mentah, unggas dan makanan laut dengan makanan siap makan seperti roti dan sayuran.
c.        Mencuci papan pemotongan secara menyeluruh dalam air panas dan sabun setiap setelah penggunaan. Apabila diperlukan menggunakan larutan pemutih (yaitu satu sendok makan pemutih dalam satu liter air) atau larutan pembersih lainnya dan bilas dengan air bersih.
d.       Membuang papan pemotongan lama yang memiliki celah-celah dan bekas goresan pisau yang berlebihan.
3.      Pendinginan makanan
Dalam sistem keamanan pangan rumah dianjurkan kepada konsumen untuk mendinginkan makanan segera pada suhu yang tepat agar dapat memperlambat pertumbuhan bakteri dan mencegah keracunan makanan. Prinsip mendinginkan makanan di rumah adalah :
a.       Memastikan bahwa almari pendingin berada pada suhu di bawah 40 ° F dan freezer adalah pada atau di bawah 0 ° F.
b.      Memeriksa secara teratur suhu almari pendingin
c.       Makanan yang mudah basi harus segera didinginkan setelah dibeli
d.      Saat mendinginkan makanan sebaiknya makanan disimpan dalam wadah yang dangkal
4.      Memasak
Cara memasak makanan merupakan salah satu prinsip yang dapat dilakukan untuk menjaga keamanan pangan individu. Setiap bahan makanan memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada yang harus dimasak benar-benar matang dan dalam waktu yang lama, namun ada pula yang sebaiknya dimasak hanya sebentar saja. Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan bagi individu untuk mengetahui cara memasak yang benar pada setiap bahan makanan yang akan diolah agar dapat menjaga keamanan pangan.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan tentang manajemen keamanan pangan pada tingkat Negara, masyarakat dan individu tersebut maka dapat disimpulkan :
1.      Manajemen keamanan tingkat Negara (Pemerintah)
a.       Penyusunan kebijaksanaan strategi, program dan peraturan
b.      Pelaksanaan program
c.       Pemasyarakatan UU Pangan dan peraturan
d.      Pengawasan dan low enforcement
e.       Pengumpulan informasi
f.       Pengembangan Iptek dan penelitian
g.      Pengembangan SDM (pengawas pangan, penyuluh pangan, industri)
h.      Penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen
i.        Penyelidikan dan penyedikan kasus penyimpangan mutu dan keamanan pangan
2.      Manajemen keamanan pangan tingkat masyarakat
a.       Pengembangan SDM (pelatihan, penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen) tentang keamanan pangan
b.      Praktek penanganan dan pengolahan pangan yang baik (GCP)
c.       Partisipasi dan kepedulian masyarakat tentang mutu dan keamanan pangan
3.      Manajemen keamanan pangan tingkat keluarga dan individu di rumah
Prinsip menjaga keamanan pangan di keluarga dan individu adalah :
a.       Bersih
Menjaga kebersihan makanan, peralatan memasak dan membiasakan mencuci tangan
b.      Terpisah
Memisahkan makanan dan bahan makanan serta peralatan memasak yang digunakan sesuai dengan jenis dan kondisi makanan
c.       Mendinginkan
Mendinginkan makanan sesuai dengan suhu, waktu dan tempat yang tepat
d.      Memasak
Memasak makanan dengan tepat sesuai dengan jenis bahan makanan yang akan diolah
B.     Saran
1.      Bagi Pemerintah
Diharapkan dapat memberikan penyuluhan dan penyebaran informasi yang lebih intensif ke masyarakat mengenai managemen keamanan pangan
2.      Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat berpartisipasi dalam program keamanan pangan yang diselenggarakan pemerintah, sehingga masyarakat bisa mempraktikan managemen keamanan pangan dengan baik.
3.      Bagi Individu
Diharapkan dapat memahami prinsip menjaga keamanan pangan, sehingga asupan gizi dari makanan dapat terpenuhi oleh tubuh.

















DAFTAR PUSTAKA

Hal King. 2013. Food Safety Management: Implementing a Food Safety Program in a Food Retail Bussines. Springer New York Heidelberg Dordrecht London

Handono W, Panduan Penerapan Sistem Managemen Keamanan Pangan. web.bpkimi.kemenperin.go.id. Diakses tanggal 5 Desember 2013

Sistem Managemen Keamanan Pangan. pkpp.ristek.go.id

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. ppvt.setjen.deptan.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar